Manajemen Keuangan Daerah
Manajemen Keuangan daerah merupakan bagian dari Manajemen Pemerintahan Daerah selain Manajemen Kepegawaian dan manajemen teknis dari tiap-tiap instansi yang berhubungan dengan pelayanan public, atau kita sebut dengan Manajemen Pelayanan Publik dan Manajemen Administrasi Pembangunan Daerah. Manajemen
Pelayanan Publik yang dimaksud adalah pencerminan pemeberian kewenangan
wajib atas otonomi daerah dari Pemerintah Pusat yang terdiri dari
antara lain: Pemerintahan Umum, Pertanian; Perikanan dan Kelautan,
Pertambangan dan Energi; Kehutanan dan Perkebunan; Perindustrian dan
Perdagangan; Perkoperasian; Penanaman Modal; Ketenagakerjaan; Kesehatan;
Pendidikan dan Kebudayaan; Sosial; Penataruangan; Pemukiman; Pekerjaan
Umum; Perhubungan; Lingkungan Hidup; Kependudukan; Olahraga;
Kepariwisataan; dan Pertanahan. Hal ini, biasanya tercermin dengan
adanya dinas – dinas daerah dan struktur organisasi Pemda yang berkaitan
dengan luas dan ruang lingkup tugas tersebut.
Pengertian
keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak
dan kewajiban daerah, dalam kerangka anggaran dan pendapatan dan belanja
daerah (APBD).
Oleh
karena itu, pengertian keuangan daerah selalu melekat dengan pengertian
APBD yaitu; suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan
berdasarkan peraturan. Selain itu,, APBD merupakan salah satu alat untuk
meningkatkan pelayanan public dan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Dari
definisi keuangan daerah tersebut melekat 4 ( empat) dimensi:
- Adanya dimensi hak dan kewajiban
- Adanya dimensi tujuan dan perencanaan;
- Adanya dimensi penyelenggaraan dan pelayanan public; dan
- Adanya dimensi nilai uang dan barang (investasi dan inventarisasi)
Keterkaitan
keuangan daerah yang melekat dengan APBD merupakan pernyataan bahwa
adanya hubungan antara dana daerah dengan dana pusat atau dikenal dengan
istilah perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dana tersebut terdiri
dari dana dekonsentrasi (PP No. 104 tahun 2000 tentang Dana perimbangan)
dan dana desentralisasi. Dana dekonsetrasi berbentuk dana bagi hasil,
dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Sedangkan yang dimaksud dana
desentralisasi adalah yang bersumber dari pendapatan asli daerah.
Tujuan keuangan daerah menurut Nick Devas, et.al, (1989):
- 1. Akuntabilitas (Accountability)
Pemda
harus mempertanggungjawabkan tugas keuangan kepada lembaga atau orang
yang berkepentingan dan sah. Lembaga atau orang yang dimaksud antara
lain, adalah Pemerintah Pusat, DPRD, Kepala Daerah, masyarakat dan
kelompok kepentingan lainnya (LSM);
- 2. Memenuhi kewajiban Keuangan
Keuangan
daerah harus ditata sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua
ikatan keuangan, baik jangka pendek maupun jangka panjang;
- 3. Kejujuran
Urusan keuangan harus diserahkanpada pegawai professional dan jujur, sehingga mengurangi kesempatan untuk berbuat curang.
- 4. Hasil guna (effectiveness) dan gaya guna (efficiency) kegiatan daerah.
Tata
cara pengurusan keuangan daerah harus sedemikian rupa memungkinkan
setiap program direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan
dengan biaya serendah-rendahnya dengan hasil yang maksimal.
- 5. Pengendalian
Manajer
Keuangan Daerah, DPRD dan aparat fungsional pemeriksaan harus melakukan
pengendalian agar semua tujuan dapat tercapai. Harus selalu memantau
melalui akses informasi
FUNGSI MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH
Fungsi
manajemen terbagi atas tiga tahapan utama yaitu : adanya proses
perencanaan, adanya tahapan pelaksanaan, dan adanya tahapan
pengendalian/ pengawasan. Oleh karena itu fungsi manajemen keuangan daerah terdiri dari unsur-unsur pelaksanaan tugas yang terdiri dari tugas :
1) Pengalokasian potensi sumber-sumber ekonomi daerah;
2) Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah;
3) Tolok ukur kinerja dan Standarisasi;
4) Pelaksanaan Anggaran yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Akuntansi;
5) Laporan Pertanggung Jawaban Keuangan Kepala Daerah; dan
6) Pengendalian dan Pengawasan Keuangan Daerah.
Pengendalian
manajemen keuangan negara dalam arti luas adalah mencari sumber-sumber
pembiayaan dana daerah melalui potensi dan kapabilitas yang terstruktur
melalui tahapan perencanaan yang sistematis, penggunaan dana yang
efisien dan efektif serta pelaporan yang tepat waktu. Angka 1 dan 2
merupakan bagian dari fungsi perencanaan dimana melekat pengertian
adanya partisipasi publik; Angka 3 dan 4 merupakan fungsi pelaksanaan
dan Angka 5 dan 6 merupakan fungsi pengendalian dan pengawasan.
Keseluruhannya akan bermuara pada terciptanya sistem informasi keuangan daerah yang transparan dan akuntabel.
Dalam
arti sempit, manajemen keuangan daerah merupakan tugas
kebendaharawanan, dari peran kas daerah atau bendahara umum daerah
sampai dengan peran bendaharawan proyek, bendaharawan penerima,
bendaharawan barang.
Sebagai
garis besarnya, ada dua hal tugas pokok atau bidang yang harus disadari
bagi seorang manajer keuangan daerah yaitu : pekerjaan penganggaran dan
pekerjaan akuntansi, dimana dalam pelaksanaan keduanya berinteraksi dan
saling melengkapi terutama dalam rangka pengendalian dan pengawasan
manajemen (Bidang Auditing). Secara aplikatif dua tugas pokok tersebut
terekam dalam Kepmendagri No. 29 Tahun 2000 tentang ”Pedoman Pengurusan,
Pertanggung Jawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara
Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan
Perhitungan APBD”.
(1) Pengalokasian Potensi Sumber-sumber Ekonomi Daerah
Bagi
seorang manajer keuangan daerah baik yang berada dalam struktur Biro
atau Dinas harus memahami bentuk potensi sumber-sumber ekonomi daerah.
Potensi sumber ekonomi daerah bersumber dari faktor internal dan
eksternal (Internal dan external source).
Internal Source atau Local Source adalah
sumber-sumber ekonomi daerah yang digali dan dikelola sendiri dalam
wilayah hukumnya. Apakah dalam bentuk sumber daya alam maupun dalam
bentuk potensi pajak daerah dan distribusi (UU No. 34 Tahun 2000 tentang
Pajak Daerah dan Restribusi Daerah, PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak
Daerah dan PP No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah) maupun
penerbitan obligasi daerah.
Sumber Eksternal adalah
bersumber dari luar pemerintah daerah atau berbentuk pinjaman daerah.
Sumber eksternal terbagi dua. Pertama, yang bersumber dari pemerintahan
di atasnya dan dikenal dengan allocation budget atau dana yang
tersedia atau teralokasi bagi Pemda, seperti dana kontijensi yaitu dana
untuk belanja pegawai dan belanja non pegawai karena adanya pengalihan
personil, peralata, pembiayaan dan dokume (P3D). Intergovernmental transfer atau
pelimpahan dana antar tingkatan pemerintahan, seperti terlihat pada
penerimaan bagi hasil pada DAU dan DAK maupun dana bantuan kepada daerah
bawahan. Kedua, Pinjaman Daerah yang berbentuk bantuan luar negeri
maupun dalam negeri, atau dengan istilah Government to Government (G to G Loans) atau Private Sector to Government (P to G = Investasi),
lihat pada PP No. 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah. Pinjaman
daerah merupakan pendapatan yang diterima oleh Pemda dari pihak-pihak
yang berkepentingan dan mempunyai kewajiban pembayaran kembali dalam
kurun waktu tertentu, jangka pendek maupun jangka panjang.
Adapun
komponen sumber keuangan daerah baik yang bersumber dari dalam maupun
luar dalam struktur APBD akan terdiri atas komponen :
- Pendapatan Asli Daerah;
- Dana Perimbangan;
- Pinjaman Daerah; dan
- Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.
Sedangkan
pengalokasian sumber daya non keuangan adalah bagaimana memberdayakan
potensi dan alokasi sumber daya alam, menjadi sumber dana daerah.
Keluaran akan hal ini adalah dapat berbentuk Perda atas pajak dan
retribusi daerah, tentunya dengan melihat azas ekonomi dan pertumbuhan
sektor ekonomi dan lalu lintas perdagangan antar daerah. Selain itu,
perlu diperhatikan tentang asset daerah melalui penilaian yang wajar,
terutama pada saat penyusunan neraca awal Pemda. Penilaian asset daerah
seharusnya berlandaskan pada azas dan manfaat seperti : proportional, utility, scarcity, desire ability, dan effective purchasing of power. Lihat : Siregar (2002:42)
(2) Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
APBD
merupakan suatu pengejahwatan rencana kerja Pemda dalam bentuk satuan
uang untuk kurun waktu satu tahunan dan berorientasi pada tujuan
kesejahteraan publik. Penyusunan anggaran terdiri dari lima tahapan yang
dimulai sejak bulan Mei dan berakhir pada bulan Desember dengan
keluarnya Perda mengenai APBD. Adapun instrumen input dan output serta
tahapan waktu proses yang perlu diperhatikan, lihat tabel 1. Proses
penyusunan ini yang menarik untuk dicermati adalah partisipasi
masyarakat (Public), bagian dari bottom up planning yang
gampang dijual sebagai gagasan namun agak sulit dilaksanakan. Sederet
pertanyaan akan timbul, bagaimana mengangkat kepentingan masyarakat
kedalam pernyataan anggaran yang mempunyai aspek kesejahteraan umum.
Bagaimana pengalokasian yang adil antara belanja aparatur dengan belanja
publik. Apa yang dimaksud belanja publik dan bagaimana tolok ukurnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan anggaran adalah azas atau prinsip universalitas anggaran, lihat Widjaja (2001:68) terdiri dari :
- Transparasi dan Akuntabilitas;
- Displin Anggaran;
- Keadilan Anggaran;
- Efisiensi dan Efektifitas Anggaran;
- Format Anggaran.
Adapun
struktur APBD melingkupi tiga kelompok utama yaitu Pendapatan, Belanja,
dan Pembiayaan dimana masing-masing dilengkapi dengan kode rekening.
Sedangkan dokumen APBD terdiri dari Perda mengenai APBD yang dilengkapi
dengan 8 (delapan) dokumen, yaitu :
- Ringkasan APBD;
- Rincian APBD;
- Daftar rekapitulasi APBD menurut Bidang Pemerintah dan Unit Organisasi Perangkat Daerah;
- Daftar Piutang Daerah;
- Daftar Investasi (Penyertaan) Daerah;
- Daftar Aktiva Tetap Daerah;
- Daftar Cadangan dan Daftar Utang atau Pinjaman Daerah.
(3) Tolok Ukur Kinerja Anggaran dan Standarisasi
Tolok ukur kinerja (Performance Measurement) anggaran merupakan bagian dari proses analistis anggaran untuk mengukur keberhasilan suatu kegiatan masukan dan keluaran (Input, and Output Process Analysis) atas standarisasi pelayanan umum yang dikembangkan oleh Pemda. Instrumen analysis ini terdiri dari Standar Analisa Belanja (SAB), tolok ukur kinerja kegiatan, dan Standar Biaya.
SAB adalah
suatu pendekatan dasar pengukuran kinerja keuangan yang merupakan
analisa dari setiap masukan dari segala aspek barang, uang, sistim
operasional dan prosedur (SOP) dengan memperhatikan keluaran, yaitu
masyarakat yang akan digarap dalam bentuk (Segmentasi Market maupun
Segmentasi Aktifitas) atas pelayanan standar yang ingin dicapai oleh
satuan unit kerja, program, maupun proyek dalam bentuk kegiatan
tertentu.
Tolok ukur kinerja adalah
suatu pendekatan dasar pengukuran kinerja yang bertumpu pada kinerja
non keuangan. Analisa ini digunakan untuk melihat sejauh mana keluaran
yang akan dicapai melalui proses pengukuran segmentasi market maupun
segmentasi aktifitas.
Standar Biaya adalah suatu metode untuk mengukur kinerja keuangan agar selalu up to date dan relevan
dan mengikuti pertimbangan harga pasar yang berlaku pada masing-masing
wilayah. Pemantauan standar biaya ini dilaksanakan secara terus menerus,
atas dasar satuan harga belanja yang dapat berubah fleksibel dengan
memperhatikan batas pagu anggaran yang telah direncanakan. Di bawah pagu
anggaran dari Standar Biaya yang ditetapkan merupakan alokasi dana
cadangan. Di atas pagu anggaran merupakn beban anggaran yang dapat
mengurangi kualitas atau mengurangi dana cadangan.
(4) Pelaksanaan Anggaran yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Akuntansi
Tahapan
pelaksaan kegiatan APBD dilengkapi dengan dokumen pembukuan dan proses
pencatatan yang dikenal dengan istilah sistem akuntansi keuangan daerah.
Berdasarkan SK Mendagri No. 29 Tahun 2002 Bab IX Pasal 70 a/s Pasal 78,
bahwa telah terjadi perubahan aturan dan mekanisme pencatatan APBD dari
single entry atau metoda pembukuan tunggal dengan metode pemnbukuan double entry
atau berpasangan dengan modifikasi. Hal ini, timbul dikarenakan adanya
kewajiban Pimpinan Daerah untuk menyusun laporan pertanggung jawaban
yang terdiri dari :
- Laporan Perhitungan APBD;
- Nota Perhitungan APBD;
- Laporan Aliran Kas; dan
- Neraca Daerah.
Kebijakan
umum akuntansi daerah bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas,
kehandalan manajerial dan pelaporan yang transparan; Memberikan
informasi yang akurat, relevan dan terpecaya. Memberikan persepsi yang
sama terhadap kinerja pelaporan antara pihak pemerintah, DPRD, dan
kelompok kepentingan lainnya (Stakeholders) seperti LSM dan Akademisi.
Sistim
Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) yang berlaku sekarang ini berbentuk
stelsel kas(Cash Stelsel) atau berbasis kas (Cash Basis) yang bermanfaat
untuk pengamanan dana melalui pagu anggaran, tentunya cara ini tidak
dapat memberikan informasi atau data tentang pemggunaan dana – dana
daerah yang telah dilaksanakan secara efisien dan efektif dan dalam
bentuk aktifitas apa. Pelaksanaan pembukuan selama ini di kenal dengan
proses pembukuan tunggal dimana pencatatan pembukuan dilaksanakan
melalui catatan pengeluaran sesuai dengan pagu anggaran dan kebutuhan
yang telah direncanakan.
Untuk
lebih mendayagunakan proses anggaran yang berbasis informasi dan data,
maka telah dilakukan modifikasi sistim akuntansi yang berbasis pada hak
dan kewajiban (accrual basis). Tujuannya adalah, selain untuk sumber
informasi dan data, juga diharapkan untuk mengukur kinerja anggaran.
Metode ini sering disebut pembukuan double entry dimana setiap transaksi
tercatat secara berpasangan antara nilai pengeluaran dengan nilai
pendapatan yang diinginkan atau sesuai dengan penggunaan yang di
rencanakan dalam bentuk pencatatan aktifitas.
Pada
akhir dari proses akuntansi dan keuangan adalah pelaporan keuangan
daerah dalam bentuk neraca daerah dan alian kas, periode akuntansi ini
adalah satu tahun anggaran. Laporan akuntansi dan keuangan ini
melengkapi laporan pertanggung jawaban Kepala Daerah, Nota Perhitungan
dan Laporan Perhitungan APBD. Periode akuntansi adalah satu tahun
anggaran yang sedang berlangsung.
Pelaporan
keuangan daerah adalah laporan pertanggungjawaban pemda atas seluruh
aktifitas keuangan dan penggunaan sumber daya ekonomis yang dipercayakan
dan, untuk menunjukan posisi keuangan daerah sesuai sistem akuntansi
dan keuangan daerah.
Fungsi pelaporan akuntansi dan keuangan daerah harus memenuhi :
- Penyajian dilakukan secara wajar dengan mengungkapkan setiap kegiatan Pemda dan penggunaan sumber daya ekonomis serta taat kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku (complience);
- Sebagai alat komunikasi untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Finance and Accountancy Information systems) atau simpul informasi;
- Sebagai alat pembanding pada setiap periode akuntansi (Comparative Judgement);
- Dikeluarkan secara tepat waktu dan akurat (timely and accurately).
(5) Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Kepala Daerah
Pertanggung
jawaban mempunyai dua pengertian. Pertanggung jawaban sebagai bagian
dari aspek manajerial atau dikenal dengan istilah responsibility dimana dalam suatu organisasi yaitu adanya authority atau pelimpahan wewenang dari atasan kepada bawahan yang selalu disertai responsibility.
Pertanggung jawaban ini sering disebut pertanggung jawaban internal
atau pertanggung jawaban vertical. Sedangkan pertanggung jawaban
horizontal menitik berapkan pertanggung jawaban kepada masyarakatnya (Publi). Representasi masyarakat terwakili oleh DPRD dimana proses pembentukkannya atas dasar pemilihan umum.
Oleh
karena itu, apabila dalam prosed penyusunan APBD yang melibatkan
aspirasi masyarakat, panitia anggaran legislatif, yang pada akhirnya
pihak DPRD mengesahkan Perda APBD. Kemudian dilengkapi dengan mekanisme
anggaran yang menggunakan prinsip-prinsip akuntansi. Maka, seharusnya
dapet mengurangi terjadinya perbedaan persepsi yang timbul diantara
kelompok kepentingan LPJ tersebut. Jikapun perbedaan itu timbul,
seharusnya dikarenakan adanya perbedaan yang terjadi antara Kriteria, atau anggaran yang telah disusun dan disahkan dengan pelaksanaan yang telah dilaksanakan atau Kondisi berbeda.
Perbedaan tersebut dapat berbentuk pada kesalahan administratif dan
kesalahan material yang berdampak terhadap kerugian daerah atau kerugian
negara.
LPJ Kepala Daerah merupakan ends and beginning of process dari aktifitas Pemda yang dilaksanakan secara sequences dan berkelanjutan (sustainable). Disebut ends process karena
merupakan bentuk pertanggung jawaban akhir siklus anggaran maupun
siklus masa kepemimpinan, yang merupakan bentuk kontrak sosial antara
Pimpinan Daerah dengan DPRD dalam suatu proses pemilihan Kepala Daerah.
Sebagai beginning of process, merupakan awal mekanisme anggaran berikutnya dalam daur pengelolaan keuangan daerah yang menganut prinsip going concern.
(6) Pengendalian dan Pengawasan Daerah
Perencanaan
yang baik pada suatu organisasi selalu menyiapkan proses rentang
pengendalian dan pengawasan yang dikenal dengan istilah sistem
pengendalian manajemen (SPM). Ada 3 (tiga) jenis pengendalian organisasi
atau ”organizational control”. Lihat Berry, Broadbent dan Otley (1995:17).
- Perencanaan Strategis dan Pengendalian (strategic planning and control);
- Pengendalian Tugas (task control);
- Pengendalian Manajemen (management control).
Perencanaan Strategis dan Pengendalian (PSP)
PSP adalah sistem pengendalian yang berorientasi atas goals dan objectives jangka
panjang organisasi. Sasaran pengendalian ini ditujukan pada usaha-usaha
untuk mengevaluasi pencapaian target dan tujuan yang hendak dicapai
melalui metoda monitoring dan pengawasan dimana diperlukan fleksibilitas
atas perubahan situasi dan kondisi yang terjadi dalam proses
pelaksanaannya.
Usaha-usaha membangun perangkat PSP harus dimulai antara lain pada prosed Penyusunan Awal APBD yang melibatkan banyak stockholders; Penyusunan Renstrada dan Repeltida. Demikian juga terhadap suatu Program atau Proyek yang akan dilaksanakan secara multiyears atau berkesinambungan. PSP dibuat melekat dalam proses setiap rinci kegiatan.
Pengendalian Tugas
Pengendalian
tugas adalah sistem pengendalian yang berorientasi pada tugas rutinitas
suatu entitas atau individual didalam organisasi. Pada tahap
pengendalian ini, masing-masing tugas organisasi diarahkan pada tanggung
jawab atas Tugas Pokok dan Fungsi (YUPOKSI) unit kerja dan uraian kerja
(job descriptions) individualnya.
Pengendalian Manajemen
Adalah
sistem pengendalian yang terstruktur dan terproses dan sistematis dalam
suatu organisasi, demi menjamin terlaksananya atau pencapaian atas
perencanaan strategis yang disusun dan melihat pencapaian pengendalian
tugas yang diberikan terhadap setiap entitas dan/atau individu, apakah
telah dilaksanakan secara efisien dan efektif.
Berry, et, al., (1995:4) mengemukakan
bahwa pengendalian manajemen merupakan proses pemberian petunjuk pada
setiap kegiatan sesuai dengan kondisi lingkungan yang berubah.
Selanjutnya Berry, et.al., (1995:18) memberikan definisi : ”Pengendalian
manajemen merupakan hal yang terkait dengan suatu proses untuk
memotivasi dan mendorong manusia didalam organisasi untuk menjalankan
fungsinya dalam pencapaian tujuan organisasi, dan juga merupakan alat
untuk mendeteksi dan mengkoreksi setiap kegiatan dan kinerja yang tidak
sesuai, seperti pencurian dan penyalahgunaan sumber-sumber daya
organisasi”. Definisi ini, menunjukkan ada tiga pilar utama dalam proses pengendalian manajemen, Pertama, SPM sebagai proses pemberian arah ( the process of guiding). Kedua, Organisasi sebagai suatu aktifitas (the organization as an activity), dan Ketiga, adanya perubahan lingklungan organisasi (the charging organization environment).
SPM
mempunyai posisi yang unik diantara dua jenis pengendalian lainnya,
sebagai pedoman atau arah SPM akan terkait dengan struktur organisasi
dan proses atau SOP. Pengertian Struktur adalah suatu hal yang
statis atau permanen dalam SPM yang berbentuk satuan tugas organisasi
pengawasan terhadap tugas-tugas pertanggung jawaban (entitas) yang
terkait dengan kinerja organisasi dan alur sistem informasi pelaporan.
Dalam organisasi Pemda, struktur ini terkait dengan organisasi BAWASDA
dan secara makro level (Manajemen Pembangunan Nasional) pengawasan
terkait dengan ITJEN dan BPK.
Sedangkan Proses atau
SOP merupakan langkah-langkah kebijakan yang diputuskan oleh organisasi
untuk menetapkan tujuan dan pengalokasian sumber daya dalam bentuk
dokumen-dokumen organisasi dan sistem akuntansi yang merupakan bagian
dari pengendalian internal.
SPM
dipengaruhi oleh luas dan ruang lingkup organisasi melalui aktifitas
yang terkendali. Luas lingkup organisasi berarti organisasi harus
memperhatikan stakeholders value yaitu : apa saja dari
keinginan-keinginan atau nilai-nilai yang berkembang dari kelompok
kepentingan Pemda, seperti karyawan, pimpinan, DPRD, LSM, Masyarakat,
dan kelompok pemerhati lainnya. Sedangkan ruang lingkup SPM adalah
perhatian yang terfokus terhadap ”corporate planning” daerah
RAPBD, Renstra, dan Repeltida. Dari segi langkah-langkah aktifitas
organisasi itu sendiri untuk mencapai tujuan organisasi dipengaruhi oleh
hirarki organisasi atau eselonering Pemda. Dari segi fungsi organisasi
SPM dipengaruhi oleh bidang-bidang seperti : Kepegawaian, Keuangan,
Ketataprajaan, dan Dinas-dinas maupun Badan.
Perubahan
lingkungan organisasi adalah dinamisasi kegiatan fungsi manajer
keuangan dalam pengambilan keputusan. Faktor eksternal organisasi di era
reformasi terbuka lebar dan cepat dan dapat mempengaruhi kondisi
eksternal Pemda. Sebagai contoh adanya aksi-aksi demo, adanya perubahan
peraturan pemerintah atau kebijakan pusat; kesemua hal tersebut dapat
mempengaruhi struktur biaya Pemda. Oleh karena itu, SPM disusun harus
fleksibel dan dinamis dengan memperhatikan :
- SPM disusun dengan memperhatikan target, sasaran, dan tujuan organisasi secara keseluruhan (Integrated) terutama antar satu unit kerja. Terutama dalam penentuan alokasi sumber daya Pemda;
- SPM disusun dengan melihat kemampuan dan keterjangkauan sumber daya Pemda dalam setiap pencapaian tujuan;
- SPM selalu berkaitan dengan proses monitoring kinerja dan tindakan korektif untuk menjamin Pemda selalu berjalan dijalur yang benar, prosedural dan taat hukum untuk pencapaian tujuannya.
Dari
definisi di atas, peran pengendalian dan pengawasan daerah dapat
diartikan sebaia suatu kesatuan rentang kendali pengawasan yang dibuat
baik secara struktur maupun proses yang terdiri dari tahapan perencanaan
itu disusun, sampai menjadi Perda seperti dalam bentuk APBD, Renstra
maupun Repeltida. Tahapan pelaksanaan seperti pencatatan dan pembukuan,
dan Tahapan pencapaian tujuan ataupun hasil yang telah dicapai oleh
unit-unit satuan kerja maupun secara organisasi Pemda keseluruhan, baik
dalam kurun tahunan maupun lima tahunan.
KESIMPULAN
Peran
manajer keuangan Pemda merupakan ujung tombak untuk peningkatan
transparansi dan akuntabilitas serta mengajak publik untuk
berpartisipasi dalam proses anggaran yang jujur dan berkeadilan.
Sayangnya kebijakan Mendagri melalui Kepmen No, 29 Tahun 2000 agak rigid
sebagai rujukan atau pedoman yang dapat segera ditetapkan di daerah.
Indikasi tersebut sebagai contoh : timbulnya berbagai pertanyaan yang
terkait dengan kerangka teoritis dan aplikasinya. Belum adanya linkage
dengan Departemen Keuangan, khususnya Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah serta BAKUN. Serta tataran aplikatif yang lebih tertunpu
terapannya di Pemda DATI II dan terkesan meninggalkan peran manajer
keuangan di tingkat propinsi (DATI I).
Namum
demikian minimal enam fungsi bagi seorang manajer keuangan daerah yang
perlu diperhatikan dalam kepengurusan dan pengelolaan anggaran;
Pengalokasian Sumber Daya Daerah; Proses penyusunan; Pengukuran Kinerja
dan Standarisasi; Kebijakan Akuntansi; Pelaporan LPJ Kepala Daerah;
serta Pengendalian dan Pengawasan. Keseluruhan fungsi itu terbagi atas
tiga garis besar fungsi manajemen yaitu perencanaan, pelaksanaan, serta
pengendalian dan pengawasan. Serta dua kelompok utama yaitu kerangka
kerja penyusunan anggaran dan pelaksanaan proses akuntansi. Keseluruhan
bermuara kepada terciptanya sistem informasi keuangan daerah yang handal
dan konprehensif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar